OPTIMALISASI
PRODUKSI GARAM NASIONAL MENGGUNAKAN
HEXSOTOR (HEAT EXCHANGER INTEGRATED WITH SOLAR
CONCENTRATOR)
Frandhoni
Utomo, Andi Sulistiawan, Mochammad Fauzan
Universitas
Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Indonesia
adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia dan merupakan
salah satu negara maritim yang mempunyai gugusan pulau terbanyak di dunia.
Sumber daya alam hayati yang melimpah membuat negara tetangga banyak yang
melirik hasil bumi Indonesia.iklim tropis yang dimiliki Indonesia sangat
memungkinkan untuk dapat memaksimalkan sumber daya alam sesuai kebutuhan
penduduknya. Salah satu kebutuhan nya yakni garam. Produksi garam secara
konvensional yang dilakukan secara turun temurun dengan mengandalkan musim
kemarau menyebabkan indonesia harus impor garam dua tahun yang lalu. Penelitian
ini dilakukan untuk memecahkan masalah garam di Indonesia. HEXSOTOR (Heat Exchanger Integrated with Solar Concentrator) adalah Heat
Exchanger atau alat penukar kalor yang berbentuk pipa berkelak kelok
berfungsi untuk menguapkan air pada tambak garam supaya proses pengkristalan
lebih cepat. Energi panas yang digunakan untuk menguapkan air bersumber dari
sinar matahari yang difokuskan ke pipa oleh solar
concentrator. Solar Concentrator adalah plat aluminium berbentuk setengah
lingkaran dimana pada bagian tengah atasnya dilewatkan pipa tembaga yang
dipanaskan oleh sinar matahari yang telah difokuskan oleh Solar Concentrator hingga temperaturnya naik dan dapat menguapkan
air garam. Air yang digunakan sebagai media penguapan air garam disebut air
umpan. Air umpan dipompa dari reservoir atau penampungan dengan menggunakan
pompa air. Penggunaan HEXSOTOR untuk
produksi garam berarti menggunakan dua media pemanas sekaligus, yakni sinar
matahari secara langsung dan juga sinar matahari yang ditampung dan difokuskan
oleh Solar Concentrator yang kemudian
panas disalurkan melalui pipa-pipa heat
exchanger.
Kata Kunci : Garam, Heat Exchanger, Solar Concentrator, HEXSOTOR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia
dengan jumlah pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km2 dan luas
perairan 3.257.483 km2 (Indonesia Finance). Jumlah penduduk
Indonesia saat ini tercatat 251.857.940 juta jiwa (KPU). Hal ini
menunjukkan betapa besarnya potensi Indonesia untuk produksi garam dan potensi
pasar garam. Oleh karena itu garam adalah komoditi strategis nasional baik dari
produksi dan pasar di Indonesia.
Dewasa ini Indonesia memiliki 11 wilayah sentra
produksi garam, yaitu Pati, Rembang, Demak (Jateng), Indramayu dan Cirebon
(Jabar), Sampang, Pamekasan, Pasuruan (Jatim), Jeneponto (Sulsel), Bima (NTB), Kupang
(NTT). Total produksi garam nasional dari ke-11 propinsi sentra produksi garam
tersebut pada tahun 2000 mencapai 902.752 ton. (Kementrian Perindustrian,
2004).
Sebagai gambaran Kabupaten Sampang sebagai penghasil
garam terbesar di Indonesia tahun 2013 bisa memanen 0 – 10% dari total lahan
garam 4.246 hektar (ha). Dalam keadaan kondisi normal bisa dihasilkan 230
ribu ton per tahun atau 23% dari produksi garam nasional sebesar 1 juta
ton/tahun (Khairuddin, 2013). Permasalahan tersebut yang
melatarbelakangi pemerintah Indonesia terpaksa membuka kran impor garam. Kebijakan
pemerintah untuk impor garam telah menuai kontroversi (Nurhayat, 2012;
Sujatmiko, 2013; Firdaus, 2013; Rismana, 2013).
Problematika garam nasional dapat dikelompokkan dalam
tiga lingkup umum, yaitu produksi, pemasaran, dan penawaran serta
permintaan. Problematika produksi yaitu produksi garam nasional sangat
bergantung pada iklim, teknologi yang digunakan masih sangat tergantung pada
faktor cuaca dengan iklim kemarau yang relatif pendek. Praktis jika musim penghujan produksi garam harus berhenti. Kondisi dimana produksi
garam harus berhenti sedangkan kebutuhan garam belum tercukupi inilah yang
melatarbelakangi Indonesia tidak dapat mencapai swasembada garam sehingga harus
impor garam dari negara lain. HEXSOTOR (Heat Exchanger Integrated with Solar Concentrator) dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan garam di Indonesia.
1.2 Perumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana
gambaran umum produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR ?
1.2.2
Bagaimana
pengimplementasian produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR ?
1.2.3
Bagaimana
bentuk implikasi produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memaparkan gambaran umum produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR, memaparkan cara pengimplementasian HEXSOTOR pada produksi garam, serta memaparkan bentuk implikasi
produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR.
1.4 Luaran
yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari
penelitian ini adalah berupa publikasi hasil penelitian dalam bentuk jurnal
ilmiah dan prototype sebagai rujukan penelitian lainnya.
1.5 Manfaat
Program
Manfaat penelitian ini
adalah membantu memecahkan masalah yang dialami Indonesia terkait impor garam
dengan meningkatkan produksi garam menggunakan teknologi HEXSOTOR (Heat Exchanger
Terintegrasi Solar Concentrator).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Produksi Garam di Indonesia
Produksi
garam di Indonesia diprosuksi oleh petani garam (garam rakyat) dan PT. Garam
(Persero). Proses produksi garam oleh petani garam dilakukan dengan cara proses
penguapan air laut pada meja-meja kristalisasi yang dilakukan secara total
(penguapan air dilakuakan dalam satu areal kristalisasi), sehingga hanya
diperoleh garam dengan kadar NaCl yang rendah dan mengandung kadar Ca dan Mg yang
relatif tinggi serta cenderung kotor (impuritis tinggi). Sedangkan garam
produksi PT. Garam (Persero) proses produksinya dilakukan dengan cara
pengolahan bertingkat yang mana proses penguapan air laut dilakukan di areal
evaporator dan proses pengkristalan dilakukan di areal kristalisasi sehingga
diperoleh garam dengan kualitas yang baik.
Dewasa ini Indonesia memiliki
11 wilayah sentra produksi garam, yaitu Pati, Rembang, Demak, Indramayu dan
Cirebon, Sampang, Pamekasan, Pasuruan, Jenepetolo, Bima, dan Kupang. Total
produksi garam nasional dari ke-11 propinsi sentra produksi garam tersebut
mencapai 1,2 juta ton pada tahun 2002. Sampang sebagai daerah penghasil garam
terbesar di Indonesia pada tahun 2013 dapat memanen 0-10% dari total lahan
garam 4.246 ha.(Kemenperin, 2004)
Berdasarkan perhitungan
suplai-kebutuhan total kebutuhan garam Indonesia adalah 3-3,2 juta ton. Direktur Utama PT. Garam (PERSERO) menyebutkan bahwa
total kebutuhan garam konsumsi tahun 2014 sebesar 1.728.219 ton dengan rincian
756.494 ton untuk rumah tangga, 446.725 ton untuk industri aneka pangan, dan
525.000 ton untuk insdustri pengasinan ikan.
Kementrian
Perindustrian(Kemenperin) mendorong aplikasi inovasi teknologi penggaraman
dengan media isolator pada meja kristalisasi yang dikembangkan oleh Sudarto,
Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang. Dengan
media isolator pada meja keristalisasi itu diklaim mampu meningkatkan produksi
garam petani dan mampu meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan menjadi
lebih bersih dan homogen sehingga garam tersebut memenuhi syarat SNI langsung
dari lahan penggaraman, yakni dengan kadar iodium 30-80 ppm.
Namun
produksi garam di Indonesia sangat bergantung pada cuaca. Oleh karena itu dalam
mengoptimalisasi hasil produksi garam selain dengan inovasi pada media juga
dibutuhkan inovasi untuk mengkatalisasi proses produksi. Dengan mengoptimalkan
penggunaan panas ketika cuaca cerah maka akan mampu mempersingkat waktu
produksi garam, sehingga dengan waktu yang sama jika panas yang digunakan
optimal akan menghasilkan jumlah produksi garam yang lebih banyak.
1.2
Heat
Exchanger
Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa
berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas
dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai
air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar
perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat
dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact).
Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak,
pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi,
pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah
radiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara
sekitar. (Chengel, 2003).
Gambar 1. Skema Heat Exchanger (Sumber :
Chengel,2003)
1.3
Solar Concentrator
Solar concentrator
atau tenaga surya terkonsentrasi meruapakan sistem yang menghasilkan tenaga
surya dengan menggunakan seng sebagai area untuk mengkonsentrasikan energi
panas matahari. Panas yang ditangkap akan difokuskan sehingga mengahasilkan
temperatur puncak yang lebih tinggi dibandingkan temperature panas yang
ditangkap. Teknologi Concentrating Solar
Power (CSP) baru-baru ini banyak diaplikasikan pada industri sebagai
teknologi untuk proses memanaskan dan pembangkit tenaga listrik. Keunggulan
dari teknologi ini bagi industri adalah lebih efisien terhadap biaya produksi
dan ramah lingkungan karena hampir tidak ada polusi yang ditimbulkan.
Prinsip
keja dari teknologi ini adalah dengan mengkonversi radiasi surya gelombang
pendek (short wave) secara langsung
menjadi panas. Radiasi yang mencapai
pada suatu bahan penerima akan diserap. Seng merupakan bahan yang daya serap
panasnya tingi sehingga baik digunakan sebagai bahan untuk solar concentrator. Sesuai pada hukum thermodinamika bahwa untuk
memperoleh efisiensi yang tinggi diperlukan temperature yang tinggi. Temperatur
yang tinggi tersebut dapat diperoleh dengan memilih bahan sebagai solar
concentrator yang memiliki daya serap panas tinggi, seperti seng. (Kalogirou, 2009)
Gambar 2. Sketsa Heat Exchanger Integrated
with Solar Concentrator
(Sumber: Steward, 2009)
Solar concentrator
yang digunakan pada proses produksi garam menggunakan bahan seng yang
dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan panas sehingga suhu panas yang dihasilkan
lebih tinggi. Temperatur tinggi selanjutnya akan dimanfaatkan dengan prinsip
kerja heat exchanger untuk memanaskan
lahan produksi garam sehingga diperoleh efisiensi jumlah produksi yang lebih
tinggi.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Tahap Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis melewati beberapa tahapan karena bermaksud ingin
menafsirkan dan
membuat
gambaran
mengenai HEXSOTOR sebagai solusi swasembada garam nasional. Tahapan
tersebut, antara lain:
1.
Tahap penemuan masalah. Penulis melihat masalah
terkini
terkait proses
pengomposan. Dan menjadikan latar
belakang penulis dalam mengkaji dan
melakukan inovasi.
2.
Merumuskan dan
mengadakan pembatasan masalah mengenai solusi yang
diambil.
3.
Menetapkan teknik pengumpulan pustaka yang akan
digunakan
4.
Mengadakan analisis
pustaka
5.
Membuat kerangka berfikir
dan
layout alat
6.
Uji Coba
7.
Melakukan perakitan
alat sesuai layout yang dibuat.
8.
Menarik kesimpulan
9.
Menyusun
saran atau
rekomendasi
3.2 Sumber Data
Penulis menggunakan sumber
data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perpustakaan
atau laporan penelitian terdahulu. Pengambilan data
dilakukan dengan membaca buku–buku, jurnal –jurnal dan literatur yang tersedia
dalam bentuk pustaka cetak maupun elektronik serta studi dari penelitian terdahulu yang memiliki kaitan
dengan tujuan dan objek penulisan.
Penulis menggunakan pula data survei lapangan secara
langsung terhadap terkait masalah yang ada.Survei yang penulis lakukan melalui dua cara,
cara yang pertama penulis mengamati secara langsung keadaan lingkungan dan
menyimpulkan sesuai
pengamatan penulis, cara
yang kedua
penulis
membagikan questioner kepada responden yang dengan sukarela mau mengisi pertanyaan-pertanyaan yang
penulis ajukan.
Jawaban bersifat terbuka dan
subjektif. Responden merupakan warga kampus UNS dan. Hasil data yang
penulis jadikan data
pendukung dalam pembuatan alat. Gamabaran alat ini merupakan
hasil pemikiran
koresponden yang
penulis tarik kesimpulan
sehingga terciptakan
modifikasi alat sedemikian
rupa.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penulisan ini
adalah
penulis melakukan pengujian pada
alat secara langsung. Perbedaan hasil menjadi data
penulis melakukan analisis. Penulis juga menggunakan penelitian para ahli terdahulu sebagai pendukung
data yang
ada. Data yang kami peroleh kemudian untuk
ditarik kesimpulan dan sebagai b ukti keunggulan alat yang dibuat.
3.4 Analisis
Data
Analisis data dilakukan melalui beberapa cara. Pertama dengan cara kualitatif, yakni dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Kedua,
penulis
menggunakan
model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan
data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data/penarikan kesimpulan (conclusiondrawing).
Pada karya tulis ini, dilakukan proses reduksi data
melalui proses pemilihan dan pemusatan bahasan
mengenai pemanfaatan limbah
sampah organik, media pengolah sampah organik berupa komposter dan upaya
penanganan lahan tandus dengan pemberian kompos pada lahan tersebut.
Kemudian dilakukan analisis data dari sajian data yang diperoleh saat proses pengumpulan data hingga
diperoleh satu penarikan kesimpulan mengenai pemanfaatan HEXSOTOR sebagai media penghasil kompos .
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Konsep
HEXSOTOR
HEXSOTOR (Heat
Exchanger Integrated With Solar Concentrator) merupakan alat penyalur
panas, disini panas disalurkan dengan fluida yaitu air yang mengalir dalam pipa
besi dan tembaga. Sumber panas yang digunakan untuk memanaskan pipa air
tersebut adalah sumber panas matahari yang dikumpulkan dengan solar concentrator. Solar concentrator merupakan alat yang digunakan untuk memusatkan
panas dari sinar matahari sehingga bisa terfokus ke bagian tertentu sehingga
panas yang terserap maksimal. Disini solar concentrator yang digunakan adalah
alumunium yang dibentuk setengah lingkaran untuk memusatkan panas matahari ke
pusat dari setengah lingkaran tersebut. Di pusat setengah lingkaran tersebut
ditempatkan pipa tembaga panjang, jadi panas yang dikumpulkan solar concentrator alumunium yang ada di
bawah pipa tembaga tersebut akan dipantulkan ke pipa tembaga diatasnya sehingga
pipa tersebut akan menjadi panas oleh panas maksimal dari solar concentrator. Pipa tembaga tersebut akan dihubungkan dengan
pipa besi panjang dan dibuat berkelok-kelok di dalam ladang garam. Air mengalir
pada pipa besi ke pipa tembaga dengan menggunakan pompa air kincir angin. Pipa
besi panjang yang berkelok-kelok didalam ladang garam inilah yang akan
menguapkan air laut pada ladang garam sehingga dapat diperoleh garam dari air
laut dengan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan teknik konvensional
dengan sinar matahari dan dapat digunakan saat tidak ada sinar matahari yaitu
saat mendung maupun malam hari. Karena seperti titik uap air laut yang dibawah
100o C sehingga dengan panas berasal dari pipa bersi yang berisi air
panas tersebut dapat menguapkan air laut pada ladang garam. Di bagian luar pipa
besi maupun tembaga akan disemprot dengan lapisan krom sehingga dapat mencega
pipa tembaga dan besi dari adanya karat.
Gambar 4 Desain HEXSOTOR (Sumber:
Steward, 2009)
Keunggulan
HEXSOTOR
ini memiliki beberapa keunggulan
diantaranya :
1. Mudah
dibuat,
karena
tidak membutuhkan keterampilan khusus
untuk
membuatnya
2. Dapat
mengahasilkan garam
lebih cepat dua kali lipat dari cara konvensional
3. Tambak garam dapat berproduksi pada
waktu musim penghujan
4. Produksi garam dapat berlangsung
satu tahun penuh.
5. Menggunakan sumber energi
terbarukan
6. Mudah pemakaian, tidak memerlukan cara yang rumit
dalam
penggunaannya,
7. Didesain untuk skala industri dan petani kecil
8. Menghemat waktu
produksi
4.2 Implementasi
HEXSOTOR
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam proses
pengambilan data antara lain :
1.
Plat
Aluminium
2.
Paku
Keling
3.
Pop
Rivets Gun
4.
Tembaga
5.
Besi
Pipa
6.
Crom
Besi
7.
Pompa
Air
8.
Kabel
9.
Drum
Penampung Air (Reservoir)
10. Digital
Refractometer AMR102
11. Thermometer
12. Stopwatch
13. Kincir
14. Dinamo
Proses Pembuatan HEXSOTOR
Pembuatan
HEXSOTOR dilakukan dengan membuat heat exchanger terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan dengan memotong pipa besi kemudian merangkainya sedemikian rupa
sehingga berbentuk berkelak-kelok. Pembuatan pipa dengan berkelak-kelok
bertujuan untuk memperluas permukaan pipa
yang bersinggungan dengan air laut, ketika air dialirkan, maka air akan mengalir
melalui pipa berkelok seperti halnya kondensor, sehingga proses pertukaran
lebih berjalan optimal. Pembuatan heat
exchanger dibuat dengan
diameter pipa 15 cm, dan disesuaikan dengan
lahan garam yang akan dibuat. Sketsa pembuatan heat exchanger
ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar
5. Sketsa pembuatan heat exchanger
(Sumber: Penulis)
Heat exchanger kemudian
dilapisi oleh crom besi. Pelapisan oleh crom dilakukan karena besi merupakan
logam yang mudah terkorosi sehingga perlu dilakukan pelapisan secara electric-arc spray. Proses electric-arc spray dilakukan dengan
memanaskan material pelapis yang berupa crom besi dengan torch sampai cair dan
dan disemprotkan dengan udara bertekanan pada material yang akan dilapisi. Selanjutnya
dilakukan pembuatan solar concentrator.
Pembuatannya dilakukan dengan membengkokkan pelat aluminium menjadi berbentuk
melengkung yang bertujuan untuk mencerminkan radiasi matahari menuju ke fokus.
Kemudian pada fokus dipasang pipa tembaga.
Prinsip struktur ini adalah memusatkan radiasi sinar matahari dan memanaskan pipa tembaga yang didalamnya
dilewati fluida kerja. Setelah solar
concentrator diatur sedemikian rupa sehingga menghadap ke arah horizontal
utara-selatan. Pemasangan dengan cara ini dilakukan karena pada arah horizontal
utara-selatan, solar concentrator dapat
mengumpulkan radiasi matahari lebih banyak. Setelah semua alat dibuat,
selanjutnya adalah penggabungan alat. Heat
exchanger ditempatkan diatas solar
concentrator, dimana posisi pipa diletakkan tepat pada fokus solar concentrator. Solar concentrator berperan seperti pemanas dimana lempengan
melengkung akan mengumpulkan radiasi matahari sehingga akan memusat pada pipa,
sehingga pipa heat exchanger akan
mengalami pemanasan. Pipa yang memanas menyebabkan fluida kerja yang dipompa
melewati pipa menjadi panas. Air panas yang dihasilkan akan mengalir melewati
rangkaian pipa berkelok dan memanaskan pipa heat
exchanger. Sumber panas ini dapat dimanfaatkan untuk memanaskan air garam
sehingga proses pengeringan garam dapat berjalan dengan cepat.
Kincir angin digunakan sebagai sumber energi, dimana energi yang dihasilkan
dari gerak kincir dirubah menjadi energi listrik. Energi listrik ini kemudian
digunakan untuk menyalakan pompa air sehingga dapat mengalirkan fluida kerja
dari solar concentrator menuju heat exchanger.
Berikut
sketsa rangkaian alat HEXSOTOR.
Gambar 6. Sketsa pembuatan HEXSOTOR (Sumber: Penulis)
4.3 Implikasi
HEXSOTOR
4.3.1
Memotivasi
masyarakat untuk peduli dan menggunakan energi listrik yang bersumber energi
terbarukan
4.3.2
Membantu
petani garam untuk memperoleh garam dari air laut ketika tidak cukup sinar
matahari
4.3.3
Meningkatkan
produksi garam dari petani ladang garam sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1. HEXSOTOR
merupakan sebuah solusi permasalahan garam di Indonesia,
karena dengan menggunakan HEXSOTOR waktu yang dibutuhkan untuk produksi garam
lebih cepat dan dapat berproduksi selama satu tahun penuh tanpa berhenti
beroperasi seperti halnya produksi garam konvensional saat ini.
2. Implementasi HEXSOTOR melalui 3 tahapan utama, yaitu
:
-
Menangkap sinar matahari
dengan solar concentrator
-
Pemanasan pipa heat
exchanger di atas solar concentrator
-
Evaporasi air laut melalui
perpindahan panas dari pipa heat exchanger yang dibenamkan dalam genangan air
di tambak
3. Implikasi HEXSOTOR yakni optimalisasi
produksi garam nasional dengan memaksimalkan potensi maritim Indonesia untuk
mencapai swasembada garam nasional.
5.2
Saran
1.
Perlu penelitian lebih mendalam agar HEXSOTOR
menjadi alat yang lebih baik lagi
2.
Perlu pengembangan HEXSOTOR dalam versi yang
lebih besar agar hasilnya lebih maksimal dan
kuantitasnya lebih besar
3.
Perlu ada sosialisasi produk agar pemerintah
dan dinas terkait mengetahui maksud dan tujuan secara umum.
4.
Perlu adanya sinergisitas antara petani garam,
Kementrian Perindustrian, Pemerintah dan Masyarakat untuk mencapai swasembada
garam nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Cengel, Y. A. (2003). Heat Transfer: A Practical Approach. 2nd
Ed. McGraw Hill.
Kalogirou, S. A. (2009). Solar Energy Engineering: Processes and
Systems. (pp. 121-212 & 199 - 204). London: Academic Press.
Kementerian Perindustrian. Impor garam dilarang mulai 1 Juli sampai 31
Desember 2004. Media Industri, 16 (viii): 40 hlm.
Monke, E.A. & S.R. Pearson. (1989). The policy analysis matrix for
agricultural development. Stanford University.
http://www.stanford.edu/group/FRI/indonesia/documents/pambook/pambook.pdf. Diakses pada 14 April 2015
Prihatmoko,
H. (2011). Pengelolaan transportasi air abad X sampai XV masehi di
Jawa Timur berdasarkan prasasti. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok: 117
hlm.
Stewart, W. Susan. (2009).“Use of Concentrated
Solar Thermal Energy Systems to Enhance Sea Salt Production in Southern Spain” . The Pennsylvania State
University. USA.
0 komentar:
Posting Komentar