Jumat, 22 Mei 2015

OPTIMALISASI PRODUKSI GARAM NASIONAL MENGGUNAKAN HEXSOTOR (HEAT EXCHANGER INTEGRATED WITH SOLAR CONCENTRATOR)

OPTIMALISASI PRODUKSI GARAM NASIONAL MENGGUNAKAN
HEXSOTOR (HEAT EXCHANGER INTEGRATED WITH SOLAR CONCENTRATOR)

Frandhoni Utomo, Andi Sulistiawan, Mochammad Fauzan
Universitas Sebelas Maret Surakarta


ABSTRAK
Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia dan merupakan salah satu negara maritim yang mempunyai gugusan pulau terbanyak di dunia. Sumber daya alam hayati yang melimpah membuat negara tetangga banyak yang melirik hasil bumi Indonesia.iklim tropis yang dimiliki Indonesia sangat memungkinkan untuk dapat memaksimalkan sumber daya alam sesuai kebutuhan penduduknya. Salah satu kebutuhan nya yakni garam. Produksi garam secara konvensional yang dilakukan secara turun temurun dengan mengandalkan musim kemarau menyebabkan indonesia harus impor garam dua tahun yang lalu. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah garam di Indonesia. HEXSOTOR (Heat Exchanger Integrated with Solar Concentrator)  adalah Heat Exchanger atau alat penukar kalor yang berbentuk pipa berkelak kelok berfungsi untuk menguapkan air pada tambak garam supaya proses pengkristalan lebih cepat. Energi panas yang digunakan untuk menguapkan air bersumber dari sinar matahari yang difokuskan ke pipa oleh solar concentrator. Solar Concentrator adalah plat aluminium berbentuk setengah lingkaran dimana pada bagian tengah atasnya dilewatkan pipa tembaga yang dipanaskan oleh sinar matahari yang telah difokuskan oleh Solar Concentrator hingga temperaturnya naik dan dapat menguapkan air garam. Air yang digunakan sebagai media penguapan air garam disebut air umpan. Air umpan dipompa dari reservoir atau penampungan dengan menggunakan pompa air. Penggunaan HEXSOTOR untuk produksi garam berarti menggunakan dua media pemanas sekaligus, yakni sinar matahari secara langsung dan juga sinar matahari yang ditampung dan difokuskan oleh Solar Concentrator yang kemudian panas disalurkan melalui pipa-pipa heat exchanger.

Kata Kunci      : Garam, Heat Exchanger, Solar Concentrator, HEXSOTOR











BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 (Indonesia Finance).  Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat 251.857.940 juta jiwa (KPU).  Hal ini menunjukkan betapa besarnya potensi Indonesia untuk produksi garam dan potensi pasar garam. Oleh karena itu garam adalah komoditi strategis nasional baik dari produksi dan pasar di Indonesia.
            Dewasa ini Indonesia memiliki 11 wilayah sentra produksi garam, yaitu Pati, Rembang, Demak (Jateng), Indramayu dan Cirebon (Jabar), Sampang, Pamekasan, Pasuruan (Jatim), Jeneponto (Sulsel), Bima (NTB), Kupang (NTT). Total produksi garam nasional dari ke-11 propinsi sentra produksi garam tersebut pada tahun 2000 mencapai 902.752 ton. (Kementrian Perindustrian, 2004).
Sebagai gambaran Kabupaten Sampang sebagai penghasil garam terbesar di Indonesia tahun 2013 bisa memanen 0 – 10% dari total lahan garam 4.246 hektar (ha).  Dalam keadaan kondisi normal bisa dihasilkan 230 ribu ton per tahun  atau 23% dari produksi garam nasional sebesar 1 juta ton/tahun (Khairuddin, 2013). Permasalahan tersebut yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia terpaksa membuka kran impor garam. Kebijakan pemerintah untuk impor garam telah menuai kontroversi (Nurhayat, 2012; Sujatmiko, 2013; Firdaus, 2013; Rismana, 2013).
Problematika garam nasional dapat dikelompokkan dalam tiga lingkup umum, yaitu produksi, pemasaran, dan penawaran serta permintaan.  Problematika produksi yaitu produksi garam nasional sangat bergantung pada iklim, teknologi yang digunakan masih sangat tergantung pada faktor cuaca dengan iklim kemarau yang relatif pendek. Praktis jika musim penghujan produksi garam harus berhenti. Kondisi dimana produksi garam harus berhenti sedangkan kebutuhan garam belum tercukupi inilah yang melatarbelakangi Indonesia tidak dapat mencapai swasembada garam sehingga harus impor garam dari negara lain. HEXSOTOR (Heat Exchanger Integrated with Solar Concentrator) dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan garam di Indonesia.

1.2  Perumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana gambaran umum produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR ?
1.2.2        Bagaimana pengimplementasian produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR ?
1.2.3        Bagaimana bentuk implikasi produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR?
1.3  Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan gambaran umum produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR, memaparkan cara pengimplementasian HEXSOTOR pada produksi garam, serta memaparkan bentuk implikasi produksi garam dengan menggunakan HEXSOTOR.
1.4  Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah berupa publikasi hasil penelitian dalam bentuk jurnal ilmiah dan prototype sebagai rujukan penelitian lainnya.

1.5  Manfaat Program
Manfaat penelitian ini adalah membantu memecahkan masalah yang dialami Indonesia terkait impor garam dengan meningkatkan produksi garam menggunakan teknologi HEXSOTOR (Heat Exchanger Terintegrasi Solar Concentrator).








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Garam di Indonesia
Produksi garam di Indonesia diprosuksi oleh petani garam (garam rakyat) dan PT. Garam (Persero). Proses produksi garam oleh petani garam dilakukan dengan cara proses penguapan air laut pada meja-meja kristalisasi yang dilakukan secara total (penguapan air dilakuakan dalam satu areal kristalisasi), sehingga hanya diperoleh garam dengan kadar NaCl yang rendah dan mengandung kadar Ca dan Mg yang relatif tinggi serta cenderung kotor (impuritis tinggi). Sedangkan garam produksi PT. Garam (Persero) proses produksinya dilakukan dengan cara pengolahan bertingkat yang mana proses penguapan air laut dilakukan di areal evaporator dan proses pengkristalan dilakukan di areal kristalisasi sehingga diperoleh garam dengan kualitas yang baik.
Dewasa ini Indonesia memiliki 11 wilayah sentra produksi garam, yaitu Pati, Rembang, Demak, Indramayu dan Cirebon, Sampang, Pamekasan, Pasuruan, Jenepetolo, Bima, dan Kupang. Total produksi garam nasional dari ke-11 propinsi sentra produksi garam tersebut mencapai 1,2 juta ton pada tahun 2002. Sampang sebagai daerah penghasil garam terbesar di Indonesia pada tahun 2013 dapat memanen 0-10% dari total lahan garam 4.246 ha.(Kemenperin, 2004)
Berdasarkan perhitungan suplai-kebutuhan total kebutuhan garam Indonesia adalah 3-3,2 juta ton. Direktur Utama PT. Garam (PERSERO) menyebutkan bahwa total kebutuhan garam konsumsi tahun 2014 sebesar 1.728.219 ton dengan rincian 756.494 ton untuk rumah tangga, 446.725 ton untuk industri aneka pangan, dan 525.000 ton untuk insdustri pengasinan ikan.
Kementrian Perindustrian(Kemenperin) mendorong aplikasi inovasi teknologi penggaraman dengan media isolator pada meja kristalisasi yang dikembangkan oleh Sudarto, Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang. Dengan media isolator pada meja keristalisasi itu diklaim mampu meningkatkan produksi garam petani dan mampu meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan menjadi lebih bersih dan homogen sehingga garam tersebut memenuhi syarat SNI langsung dari lahan penggaraman, yakni dengan kadar iodium 30-80 ppm.
Namun produksi garam di Indonesia sangat bergantung pada cuaca. Oleh karena itu dalam mengoptimalisasi hasil produksi garam selain dengan inovasi pada media juga dibutuhkan inovasi untuk mengkatalisasi proses produksi. Dengan mengoptimalkan penggunaan panas ketika cuaca cerah maka akan mampu mempersingkat waktu produksi garam, sehingga dengan waktu yang sama jika panas yang digunakan optimal akan menghasilkan jumlah produksi garam yang lebih banyak.
1.2  Heat Exchanger
Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat  berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak,  pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah  satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan  pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.  (Chengel, 2003).


Gambar 1. Skema Heat Exchanger (Sumber : Chengel,2003)
1.3  Solar Concentrator
Solar concentrator atau tenaga surya terkonsentrasi meruapakan sistem yang menghasilkan tenaga surya dengan menggunakan seng sebagai area untuk mengkonsentrasikan energi panas matahari. Panas yang ditangkap akan difokuskan sehingga mengahasilkan temperatur puncak yang lebih tinggi dibandingkan temperature panas yang ditangkap. Teknologi Concentrating Solar Power (CSP) baru-baru ini banyak diaplikasikan pada industri sebagai teknologi untuk proses memanaskan dan pembangkit tenaga listrik. Keunggulan dari teknologi ini bagi industri adalah lebih efisien terhadap biaya produksi dan ramah lingkungan karena hampir tidak ada polusi yang ditimbulkan.
Prinsip keja dari teknologi ini adalah dengan mengkonversi radiasi surya gelombang pendek (short wave) secara langsung menjadi panas. Radiasi yang  mencapai pada suatu bahan penerima akan diserap. Seng merupakan bahan yang daya serap panasnya tingi sehingga baik digunakan sebagai bahan untuk solar concentrator. Sesuai pada hukum thermodinamika bahwa untuk memperoleh efisiensi yang tinggi diperlukan temperature yang tinggi. Temperatur yang tinggi tersebut dapat diperoleh dengan memilih bahan sebagai solar concentrator yang memiliki daya serap panas tinggi, seperti seng. (Kalogirou, 2009)


Gambar 2.  Sketsa Heat Exchanger Integrated with Solar Concentrator
(Sumber: Steward, 2009)
Solar concentrator yang digunakan pada proses produksi garam menggunakan bahan seng yang dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan panas sehingga suhu panas yang dihasilkan lebih tinggi. Temperatur tinggi selanjutnya akan dimanfaatkan dengan prinsip kerja heat exchanger untuk memanaskan lahan produksi garam sehingga diperoleh efisiensi jumlah produksi yang lebih tinggi.






























BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Tahap Penulisan

Dalam menyusun karya tulis ini, penulis melewati beberapa tahapan karena  bermaksud  ingin  menafsirkan  dan  membuat  gambaran     mengenai HEXSOTOR sebagai solusi swasembada garam nasional. Tahapan tersebut, antara lain:
1.    Tahap penemuan masalah. Penulis melihat masalah terkini terkait proses pengomposan. Dan menjadikan latar belakang penulis dalam mengkaji dan melakukan inovasi.
2.    Merumuskan dan mengadakan pembatasan masalah mengenai solusi yang diambil.
3.    Menetapkan teknik pengumpulan pustaka yang akan digunakan
4.    Mengadakan analisis pustaka
5.    Membuat kerangka berfikir dan layout alat
6.    Uji Coba
7.    Melakukan perakitan alat sesuai layout yang dibuat.
8.    Menarik kesimpulan
9.    Menyusun saraatau rekomendasi

3.2 Sumber Data

Penulis menggunakan sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari   perpustakaan   atau   laporan   penelitian   terdahulu.   Pengambila data dilakukan dengan membaca buku–buku, jurnal jurnal dan literatur yang tersedia dalam bentuk pustaka cetak maupun elektronik serta studi dari penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengatujuadaobjek penulisan.
Penuli menggunaka pul data   surve lapanga secara   langsung terhadap terkait masalah yang ada.Survei yang penulis lakukan melalui dua cara, cara yang pertama penulis mengamati secara langsung keadaan lingkungan dan menyimpulkan  sesuai  pengamatan  penulis,  cara  yang  kedua  penulis membagikan questioner kepada responden yang dengan sukarela mau mengisi pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan. Jawaban bersifat terbuka dan subjektif. Responden merupakan warga kampus UNS dan. Hasil data yang penulis jadikan data pendukung dalam pembuatan alat. Gamabaran alat ini merupakan hasil pemikiran koresponden yang penulis tarik kesimpulan sehingga terciptakan modifikasi alat sedemikian rupa.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulis  melakukan  pengujian  pada  alat  secarlangsung.  Perbedaan hasil menjadi data penulis melakukan analisis. Penulis juga menggunakan penelitian para ahli terdahulu sebagai pendukung data yang ada. Data yang kam perole kemudia untu ditari kesimpula da sebaga b ukti keunggulan alat yang dibuat.

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui beberapa cara. Pertama dengan cara kualitatif, yakni dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai  pengumpulan  dalam  periode  tertentuKedua,  penulis  menggunakan model analisis interaktif yang meliputi   empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data/penarikan kesimpulan (conclusiondrawing).
Pada karya tulis ini, dilakukan proses reduksi data melalui proses pemilihan dan pemusatan bahasan mengenai pemanfaatan limbah sampah organik, media pengolah sampah organik berupa komposter dan upaya penanganan lahan tandus dengan pemberian kompos pada lahan tersebut. Kemudian dilakukan analisis data dari sajian data yang diperoleh saat proses pengumpulan data hingga diperoleh satu penarikan kesimpulan mengenai pemanfaatan HEXSOTOR sebagai media penghasil kompos .


















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Konsep HEXSOTOR
HEXSOTOR (Heat Exchanger Integrated With Solar Concentrator) merupakan alat penyalur panas, disini panas disalurkan dengan fluida yaitu air yang mengalir dalam pipa besi dan tembaga. Sumber panas yang digunakan untuk memanaskan pipa air tersebut adalah sumber panas matahari yang dikumpulkan dengan solar concentrator. Solar concentrator merupakan alat yang digunakan untuk memusatkan panas dari sinar matahari sehingga bisa terfokus ke bagian tertentu sehingga panas yang terserap maksimal. Disini solar concentrator yang digunakan adalah alumunium yang dibentuk setengah lingkaran untuk memusatkan panas matahari ke pusat dari setengah lingkaran tersebut. Di pusat setengah lingkaran tersebut ditempatkan pipa tembaga panjang, jadi panas yang dikumpulkan solar concentrator alumunium yang ada di bawah pipa tembaga tersebut akan dipantulkan ke pipa tembaga diatasnya sehingga pipa tersebut akan menjadi panas oleh panas maksimal dari solar concentrator. Pipa tembaga tersebut akan dihubungkan dengan pipa besi panjang dan dibuat berkelok-kelok di dalam ladang garam. Air mengalir pada pipa besi ke pipa tembaga dengan menggunakan pompa air kincir angin. Pipa besi panjang yang berkelok-kelok didalam ladang garam inilah yang akan menguapkan air laut pada ladang garam sehingga dapat diperoleh garam dari air laut dengan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan teknik konvensional dengan sinar matahari dan dapat digunakan saat tidak ada sinar matahari yaitu saat mendung maupun malam hari. Karena seperti titik uap air laut yang dibawah 100o C sehingga dengan panas berasal dari pipa bersi yang berisi air panas tersebut dapat menguapkan air laut pada ladang garam. Di bagian luar pipa besi maupun tembaga akan disemprot dengan lapisan krom sehingga dapat mencega pipa tembaga dan besi dari adanya karat.

Gambar 4  Desain HEXSOTOR (Sumber: Steward, 2009)

Keunggulan

HEXSOTOR  ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya :

1.      Mudah  dibuat,  karena  tidak  membutuhkan  keterampilan  khusus  untuk membuatnya
2.      Dapat mengahasilkan garam lebih cepat dua kali lipat dari cara konvensional
3.      Tambak garam dapat berproduksi pada waktu musim penghujan
4.      Produksi garam dapat berlangsung satu tahun penuh.
5.      Menggunakan sumber energi terbarukan
6.      Muda pemakaian,       tida memerluka cara   yan rumit   dalam penggunaannya,
7.      Didesain untuk skala industri dan petani kecil
8.      Menghemat waktu produksi

4.2  Implementasi HEXSOTOR
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam proses pengambilan data antara lain :


1.      Plat Aluminium
2.      Paku Keling
3.      Pop Rivets Gun
4.      Tembaga
5.      Besi Pipa
6.      Crom Besi
7.      Pompa Air
8.      Kabel
9.      Drum Penampung Air (Reservoir)
10.  Digital Refractometer AMR102
11.  Thermometer
12.  Stopwatch
13.  Kincir
14.  Dinamo

Proses Pembuatan HEXSOTOR
Pembuatan HEXSOTOR dilakukan dengan membuat heat exchanger terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan memotong pipa besi kemudian merangkainya sedemikian rupa sehingga berbentuk berkelak-kelok. Pembuatan pipa dengan berkelak-kelok bertujuan untuk memperluas permukaan pipa yang bersinggungan dengan air laut,  ketika air dialirkan, maka air akan mengalir melalui pipa berkelok seperti halnya kondensor, sehingga proses pertukaran lebih berjalan optimal. Pembuatan heat exchanger dibuat dengan diameter pipa 15 cm, dan disesuaikan dengan lahan garam yang akan dibuat. Sketsa pembuatan heat exchanger ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5. Sketsa pembuatan heat exchanger (Sumber: Penulis)
Heat exchanger kemudian dilapisi oleh crom besi. Pelapisan oleh crom dilakukan karena besi merupakan logam yang mudah terkorosi sehingga perlu dilakukan pelapisan secara electric-arc spray. Proses electric-arc spray dilakukan dengan memanaskan material pelapis yang berupa crom besi dengan torch sampai cair dan dan disemprotkan dengan udara bertekanan pada material yang akan dilapisi. Selanjutnya dilakukan pembuatan solar concentrator. Pembuatannya dilakukan dengan membengkokkan pelat aluminium menjadi berbentuk melengkung yang bertujuan untuk mencerminkan radiasi matahari menuju ke fokus. Kemudian pada fokus dipasang pipa tembaga. Prinsip struktur ini adalah memusatkan radiasi sinar matahari dan memanaskan pipa tembaga yang didalamnya dilewati fluida kerja. Setelah solar concentrator diatur sedemikian rupa sehingga menghadap ke arah horizontal utara-selatan. Pemasangan dengan cara ini dilakukan karena pada arah horizontal utara-selatan, solar concentrator dapat mengumpulkan radiasi matahari lebih banyak. Setelah semua alat dibuat, selanjutnya adalah penggabungan alat. Heat exchanger ditempatkan diatas solar concentrator, dimana posisi pipa diletakkan tepat pada fokus solar concentrator. Solar concentrator berperan seperti pemanas dimana lempengan melengkung akan mengumpulkan radiasi matahari sehingga akan memusat pada pipa, sehingga pipa heat exchanger akan mengalami pemanasan. Pipa yang memanas menyebabkan fluida kerja yang dipompa melewati pipa menjadi panas. Air panas yang dihasilkan akan mengalir melewati rangkaian pipa berkelok dan memanaskan pipa heat exchanger. Sumber panas ini dapat dimanfaatkan untuk memanaskan air garam sehingga proses pengeringan garam dapat berjalan dengan cepat.

Kincir angin digunakan sebagai sumber energi, dimana energi yang dihasilkan dari gerak kincir dirubah menjadi energi listrik. Energi listrik ini kemudian digunakan untuk menyalakan pompa air sehingga dapat mengalirkan fluida kerja dari solar concentrator menuju heat exchanger.


Berikut sketsa rangkaian alat HEXSOTOR.

Gambar 6. Sketsa pembuatan HEXSOTOR (Sumber: Penulis)

4.3  Implikasi HEXSOTOR
4.3.1        Memotivasi masyarakat untuk peduli dan menggunakan energi listrik yang bersumber energi terbarukan
4.3.2        Membantu petani garam untuk memperoleh garam dari air laut ketika tidak cukup sinar matahari
4.3.3        Meningkatkan produksi garam dari petani ladang garam sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani









BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan

1.      HEXSOTOR  merupakan  sebuah  solusi permasalahan garam di Indonesia, karena dengan menggunakan HEXSOTOR waktu yang dibutuhkan untuk produksi garam lebih cepat dan dapat berproduksi selama satu tahun penuh tanpa berhenti beroperasi seperti halnya produksi garam konvensional saat ini.
2.      Implementasi HEXSOTOR  melalui 3 tahapan utama, yaitu :
-          Menangkap sinar matahari dengan solar concentrator
-          Pemanasan pipa heat exchanger di atas solar concentrator

-          Evaporasi air laut melalui perpindahan panas dari pipa heat exchanger yang dibenamkan dalam genangan air di tambak
3.      Implikasi HEXSOTOR yakni optimalisasi produksi garam nasional dengan memaksimalkan potensi maritim Indonesia untuk mencapai swasembada garam nasional.

5.2  Saran  
1.      Perlu penelitian lebih mendalam agar HEXSOTOR menjadi alat yang lebih baik lagi
2.      Perlu pengembangan HEXSOTOR dalam versi yang lebih besar agar hasilnya lebih maksimal dan  kuantitasnya lebih besar
3.      Perlu ada sosialisasi produk agar pemerintah dan dinas terkait mengetahui maksud dan tujuan secara umum.
4.      Perlu adanya sinergisitas antara petani garam, Kementrian Perindustrian, Pemerintah dan Masyarakat untuk mencapai swasembada garam nasional.





DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y. A. (2003). Heat Transfer: A Practical Approach. 2nd Ed. McGraw Hill.
Kalogirou, S. A. (2009). Solar Energy Engineering: Processes and Systems. (pp. 121-212 & 199 - 204). London: Academic Press.
Kementerian Perindustrian. Impor garam dilarang mulai 1 Juli sampai 31 Desember 2004. Media Industri, 16 (viii): 40 hlm.  
http://www.kemenperin.go.id/download/26. Diakses pada 20 April 2015
Monke, E.A. & S.R. Pearson. (1989). The policy analysis matrix for agricultural development. Stanford University. 
Prihatmoko, H. (2011).  Pengelolaan transportasi air abad X sampai XV masehi di Jawa Timur berdasarkan prasasti. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok: 117 hlm.

Stewart, W. Susan. (2009).Use of Concentrated Solar Thermal Energy Systems to Enhance Sea Salt Production in Southern Spain. The Pennsylvania State University. USA.

0 komentar:

Posting Komentar